EVALUASI PEMBELAJARAN

A.
PENGERTIAN
EVALUASI HASIL BELAJAR
Secara
harafiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris (evaluation) yang dalam
bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya value yang dalam bahasa
Indonesia berarti nilai. Secara harafiah evaluasi pendidikan (educational
evaluation) dapat diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau
penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Evaluasi
pendidikan adalah suatu tindakan atau kegiatan yang dilaksanakan dengan maksud
untuk menentukan nilai dari segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang
terjadi di dunia pendidikan. Singkatnya, evaluasi pendidikan adalah kegiatan
atau proses penentuan nilai pendidikan sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
Lembaga
Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai Evaluasi Pendidikan sebagai
berikut: (1) Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan,
dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan; (2) Usaha untuk memperoleh
informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan.
B.
HUBUNGAN
EVALUASI (EVALUATION) DENGAN PENGUKURAN (MEASUREMENT)
Istilah
evaluasi, penilaian, dan pengukuran memiliki pengertian yang berbeda meskipun
saling berkaitan.
1.
Pengertian
Pengukuran (measurement)
Pengukuran (measurement)
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur
sesuatu atau membandingkan sesuatu dengan dasar ukuran tertentu. Misalnya
mengukur luas bangunan menggunakan ukuran meter persegi (M2).
Hasilnya adalah 240 M2, dan sebagainya. Pengukuran ini bersifat
kuantitatif.
Pengukuran
yang bersifat kuantitatif dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni; 1)
pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji sesuatu, misalnya pengukuran yang
dilakukan oleh penjahit pakaian mengenai panjang lengan, lebar bahu, dan
sebagainya; 2) pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu, misalnya
pengukuran untuk mengetahui besar tekanan angin pada suatu ban, dan sebagainya;
3) pengukuran yang dilakukan untuk menilai, dengan jalan menguji sesuatu,
misalnya mengukur kemajuan belajar peserta didik dalam rangka mengisi rapor
yang dilakukan dengan menguji mereka dalam bentuk tes hasil belajar. Pengertian
pengukuran yang ketiga inilah yang sering dikenal dalam dunia pendidikan.
2.
Pengertian
Penilaian (evaluation)
Penilaian (evaluation)
mengandung arti suatu pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan
mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit,
pandai atau bodoh, dan sebagainya. Penilaian bersifat kualitatif. Misalnya;
dari 100 butir soal yang diberikan, Beni menjawab 80 butir soal dengan betul.
Dengan demikian dapat ditentukan bahwa Beni termasuk anak yang pandai.
3.
Hubungan
Evaluasi dengan Pengukuran dan Penilaian
Evaluasi
meliputi pengukuran dan penilaian. Evaluasi merupakan suatu proses untuk
menilai sesuatu. Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai,
dilakukan pengukuran, dan wujud pengukuran itu adalah pengujian. Pengujian
inilah yang dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah tes.
Evaluasi
terhadap prestasi belajar peserta didik sebagian besar bersumber dari
hasil-hasil pengukuran. Evaluasi mengenai proses belajar peserta didik tidak
dapat dilaksanakan dengan baik apabila evaluasi tidak didasarkan atas data yang
bersifat kuantitatif. Baik buruknya evaluasi tergantung pada hasil-hasil
pengukuran yang mendahuluinya.
Wandt dan
Brown (1977) mengatakan: measurement means the act or process of axestaining
the extent or quantity of something. Pengukuran adalah suatu tindakan atau
proses untuk menentukan luas atau kuantitas dari sesuatu; ia akan memberikan
jawaban atas pertanyaan: how much? Sedangkan penilaian atau evaluasi
didefinisikan sebagai tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
Itu akan memberikan jawaban atas pertanyaan : what value?
Berikut ini
diutarakan contoh-contoh untuk memahami apa persamaan, perbedaan, ataupun
hubungan antara ketiganya;
Contoh
1:
Jika ada orang yang memberi sebatang pensil kepada kita, dan kita disuruh
memilih antara dua pensil yang tidak sama panjangnya, tentu kita akan memilih
pensil yang panjang. Kita tidak akan memilih pensil yang pendek, kecuali ada
alasan yang sangat khusus.
Contoh 2:
Seseorang ingin membeli jeruk, dipilihnya jeruk yang besar, kuning dan
kulitnya halus. Hal ini dipertimbangkan karena menurut pengalaman sebelumnya,
jenis jeruk yang demikian rasanya akan manis. Sedangkan jeruk yang kecil, hijau
dan kulitnya agak kasar biasanya rasanya masam.
Berdasar
contoh di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum menentukan pilihan, seseorang
mengadakan penilaian terhadap benda yang akan dipilih. Dalam contoh pertama
kita memilih pensil yang lebih panjang, sedangkan dalam contoh kedua seseorang
menentukan dengan perkiraaan atas jeruk yang baik, yaitu jeruk yang rasanya
manis.
Guna dapat
mengadakan penilaian, seseorang mengadakan pengukuran terlebih dahulu. Jika ada
penggaris, maka sebelum menentukan mana pensil yang lebih panjang kita ukur terlebih dahulu kedua
pensil tersebut. Setelah mengetahui berapa panjang masing-masing pensil itu,
kita mengadakan penilaian dengan melihat bandingan panjang antara kedua pensil
tersebut. Kita dapat menyatakan: ini pensil panjang, dan ini pensil pendek.
Pensil yang panjang, itulah yang diambil.
Guna
menentukan pilihan mana jeruk yang manis, seseorang tidak menggunakan “ukuran
manis”, tetapi menggunakan ukuran besar, kuning, dan kulitnya halus. Ukuran ini
tidak mempunyai wujud seperti kayu penggaris yang sudah ditera, tetapi
diperoleh berdasarkan pengalaman. Sebenarnya kita juga mengukur, yakni
membandingkan jeruk-jeruk yang ada dengan ukuran tertentu. Setelah itu
memberikan penilaian, menentukan pilihan mana jeruk yang paling memenuhi ukuran
itulah yang diambil. Dua langkah kegiatan yang dilalui sebelum mengambil barang
itulah yang disebut mengadakan evaluasi, yakni mengukur dan menilai. Seseorang
tidak dapat mengadakan penilaian sebelum mengadakan pengukuran.
Berdasar
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
-
Mengukur
adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran ini bersifat
kuantitatif.
-
Menilai
adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk.
Penilaian bersifat kualitatif.
-
Mengadakan
evaluasi meliputi kedua langkah mengukur dan menilai.
C.
FUNGSI
EVALUASI PENDIDIKAN
Secara umum
evaluasi memiliki tiga macam fungsi pokok yaitu, 1) mengukur kemajuan, 2)
menunjang penyusunan rencana, dan 3) memperbaiki atau melakukan penyempurnaan
kembali. Setidaknya terdapat dua macam kemungkinan hasil yang diperoleh dari
kegiatan evaluasi, yaitu; 1) hasil evaluasi ternyata menggembirakan, sehingga
dapat memberikan rasa lega bagi elevator, sebab tujuan yang telah ditentukan
dapat dicapai sesuai dengan yang direncanakan; 2) hasil evaluasi ternyata tidak
menggembirakan atau bahkan mengkhawatirkan, dengan alasan bahwa berdasar hasil
evaluasi ternyata dijumpai adanya hambatan-hambatan sehingga mengharuskan
elevator bersikap waspada.
Secara khusus
fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan dapat ditilik dari tiga segi, yaitu 1)
segi psikologis, 2) segi didaktik, dan 3) segi administratif.
Secara
psikologis evaluasi pendidikan bagi peserta didik, akan memberikan pedoman atau
pegangan batin kepada mereka untuk mengenal kapasitas dan status dirinya di
tengah kelompok atau kelasnya. Bagi pendidik, evaluasi pendidikan akan
memberikan kepastian atau ketetapan hati, sudah sejauh manakah usaha yang telah
dilakukannya membawa hasil, sehingga memiliki pedoman yang pasti guna
menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Bagi peserta
didik, secara didaktik evaluasi hasil belajar dapat memberikan dorongan untuk
memperbaiki, meningkatkan, dan mempertahankan prestasinya. Bagi pendidik,
secara didaktik evaluasi pendidikan memberikan 5 macam fungsi, yaitu;
-
Memberikan
landasan untuk menilai prestasi yang telah dicapai peserta didik
-
Memberikan
informasi untuk mengetahui posisi masing-masing peserta didik di kelasnya.
-
Memberikan
bahan yang penting untuk memilih dan
menetapkan status peserta didik.
-
Memberikan
pedoman untuk mencari jalan keluar bagi peserta didik yang memerlukan.
-
Memberikan
petunjuk tentang sejauhmana program pengajaran dapat dicapai.
Secara
administratif, evaluasi pendidikan memiliki tiga macam fungsi, yakni;
-
Memberikan
laporan mengenai kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mereka
mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
-
Memberikan
gambaran mengenai hasil-hasil yang telah dicapai dalam proses pembelajaran yang
tercermin dari hasil peserta didik setelah diberikan evaluasi.
-
Memberikan
data yang dapat digunakan untuk menyatakan peserta didik dapat dinyatakan tamat
belajar, naik kelas, tinggal kelas, lulus atau tidak lulus, dsb.
D.
TUJUAN
EVALUASI PENDIDIKAN
Secara umum terdapat
dua tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan, yaitu:
-
Menghimpun
bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf
perkembangan atau kemajuan yang dialami oleh para peserta didik.
-
Mengetahui
tingkat efektivitas metode yang gunakan dalam KBM.
Tujuan khusus
dari evaluasi bidang pendidikan adalah:
-
Merangsang
kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.
-
Mencari dan
menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidak keberhasilan peserta
didik dalam mengikuti program pendidikan.
E.
KEGUNAAN
EVALUASI PENDIDIKAN
Adapun
kegunaan dari evaluasi pendidikan adalah:
-
Elevator
dapat memperoleh informasi tentang hasil-hasil yang telah dicapai dalam
pelaksanaan program pendidikan.
-
Relevansi
antara program pendidikan yang telah dirumuskan dengan tujuan yang hendak
dicapai dapat diketahui.
-
Usaha
perbaikan, penyesuaian, dan penyempurnaan program pendidikan dapat dilakukan.
F.
SUBYEK
(PELAKU) DAN OBYEK (SASARAN) EVALUASI PENDIDIKAN
1.
Subyek
(pelaku) Evaluasi Pendidikan
Subyek atau
pelaku evaluasi pendidikan ialah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi dalam
bidang pendidikan. Dalam kegiatan evaluasi pendidikan, subyek evaluasinya
adalah guru atau dosen yang mengasuh mata pelajaran tertentu.
2.
Obyek
(sasaran) Evaluasi Pendidikan
Obyek atau
sasaran Evaluasi pendidikan adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan
kegiatan atau proses pendidikan. Sasaran evaluasi pendidikan meliputi tiga
segi, yakni input, transformasi, dan output. Ditinjau dari segi input, obyek
evaluasi pendidikan meliputi tiga aspek, yaitu (1) aspek kemampuan, (2) aspek
kepribadian, dan (3) aspek sikap.
a.
Aspek
kemampuan
Peserta didik untuk dapat diterima sebagai calon peserta
didik dalam rangka mengikuti program pendidikan tertentu, harus memiliki
kemampuan yang sesuai atau memadai, sehingga dalam proses pembelajaran pada
program pendidikan tertentu tidak akan mengalami banyak hambatan atau
kesulitan.
b.
Aspek
kepribadian
Peserta didik sebelum mengikuti program pendidikan
tertentu, perlu dievaluasi terlebih dahulu kepribadiannya dengan menggunakan
tes kepribadian (personality test), sebab baik buruknya kepribadian
mereka secara psikologis dapat mempengaruhi keberhasilan mereka dalam program
pendidikan.
c.
Aspek sikap
Aspek sikap dinilai atau dievaluasi dengan menggunakan
tes sikap (attitude test), atau sering disebut dengan skala sikap (attitude
scale). Contoh tes sikap yang diungkap dengan menggunakan skala sikap
adalah; sikap tenggang rasa, minat terhadap mata pelajaran, sikap kebangsaan,
dan lain-lain.
Ditinjau dari
segi transformasi, obyek evaluasi pendidikan meliputi; 1) kurikulum atau materi
pelajaran; 2) metode mengajar dan tekhnik penilaian; 3) sarana atau media
pendidikan; 4) sistem administrasi; 5) guru dan unsur-unsur personal lainnya
yang terlibat dalam proses pendidikan.
Sasaran
evaluasi pendidikan dari segi output adalah tingkat pencapaian atau prestasi
belajar yang berhasil diraih oleh masing-masing peserta didik.
G.
RUANG
LINGKUP (SCOPE) EVALUASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH
Secara umum,
ruang lingkup dari evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah mencakup tiga
komponen utama, yaitu; 1) evaluasi mengenai program pengajaran; 2) evaluasi
mengenai proses pelaksanaan pengajaran; dan 3) evaluasi mengenai hasil
belajar (hasil pengajaran).
1.
Evaluasi
Program Pengajaran
Evaluasi ini
mencakup tiga hal, yakni; 1) evaluasi terhadap tujuan pengajaran; 2) evaluasi
terhadap isi program pengajaran; dan 3) evaluasi terhadap strategi KBM.
2.
Evaluasi
Proses Pelaksanaan Pengajaran
Evaluasi ini
mencakup beberapa hal, yakni;
-
Kesesuaian
antara proses KBM dengan program pengajaran yang telah ditentukan.
-
Kesiapan guru
dalam melaksanakan program pengajaran.
-
Kesiapan peserta
didik dalam mengikuti proses pembelajaran.
-
Minat atau
perhatian peserta didik dalam mengikuti pelajaran.
-
Keaktifan
atau partisipasi peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
-
Peranan
bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang memerlukan.
-
Komunikasi
dua arah antara guru dengan murid selama proses KBM berlangsung.
-
Pemberian
dorongan atau motivasi terhadap peserta didik.
-
Pemberian
tugas-tugas kepada peserta didik, dan
-
Upaya
menghilangkan dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan
yang dilakukan di sekolah.
3.
Evaluasi
Hasil Belajar
Evaluasi
hasil belajar mencakup dua hal, yakni; 1) evaluasi mengenai tingkat penguasaan
peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus; 2) evaluasi mengenai tingkat
pencapaian peserta didik terhadap tujuan-tujuan umum pengajaran.
BAB II

A.
PRINSIP
DASAR DAN CIRI-CIRI EVALUASI HASIL BELAJAR
1.
Prinsip Dasar
Evaluasi Hasil Belajar
Prinsip umum
dan penting dalam kegiatan evaluasi yaitu adanya triangulasi (hubungan erat
antara tiga komponen) yang meliputi;
a.
Tujuan
pembelajaran
b.
Kegiatan
pembelajaran atau KBM
c.
Evaluasi
Triangulasi dapat digambarkan dalam bagan sebagai
berikut;
![]() |


Ketiga hubungan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut;
a.
Hubungan
antara Tujuan pembelajaran dengan KBM
Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk
rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak
dicapai. Anak panah yang menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah pada
tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari
tujuan KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM.
b.
Hubungan
antara Tujuan dengan evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur
sejauhmana tujuan sudah dicapai. Anak panah berasal dari evaluasi menuju ke
tujuan. Jika dilihat dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada
tujuan yang sudah dirumuskan.
c.
Hubungan
antara KBM dengan evaluasi
Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu
atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. Misalnya, jika KBM dilakukan
oleh guru dengan menitikberatkan pada keterampilan, evaluasinya juga harus
mengukur tingkat keterampilan peserta didik, bukan aspek pengetahuan, dan
seterusnya.
Evaluasi
hasil belajar yang baik juga harus menganut prinsip-prinsip lain, yakni;
a.
Prinsip
keseluruhan
Prinsip
keseluruhan juga dikenal dengan istilah prinsip komprehensif (comprehensive), yang dimaksudkan bahwa
evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi
tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh.
Evaluasi
hasil belajar selain mengungkap aspek berpikir (cognitive domain) juga dapat mengungkap aspek sikap (affective domain), dan aspek
keterampilan (psychomotor) yang
dimiliki masing-masing peserta didik. Jika dikaitkan dengan mata pelajaran Pendidikan
Agama Buddha di sekolah, hendaknya bukan hanya mengungkap pemahaman peserta
didik tentang agama Buddha, melainkan juga harus dapat mengungkap sejauh mana
peserta didik dapat menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Buddha dalam
kehidupan sehari-hari.
b.
Prinsip
kesinambungan
Prinsip
kesinambungan juga dikenal dengan prinsip kontinuitas (continuity), yang dimaksudkan bahwa evaluasi hasil belajar
dilaksanakan secara teratur dan sambung menyambung dari waktu kewaktu. Hal ini
memungkinkan evaluator memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran
mengenai kemajuan peserta didik.
c.
Prinsip
obyektivitas
Prinsip
obyektivitas (objectivity) mengandung
makna bahwa evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik
apabila terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subyektif.
2.
Ciri-Ciri
Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi
hasil belajar memiliki ciri khas yang membedakannya dari bidang kegiatan yang
lain. Ciri khas tersebut antara lain;
a.
Pengukurannya
dilakukan secara tidak langsung.
Pendidik yang
ingin menentukan peserta didik yang tergolong “lebih pandai” dibandingkan
peserta didik lainnya, yang diukur bukan pandainya melainkan gejala yang tampak
dari peserta didik tersebut. Dengan kata lain, yang dicari atau diukur adalah
indikator yang merupakan pertanda bahwa peserta didik dapat disebut sebagai
orang yang pandai.
Kaitannya
dengan indikator tersebut, Carl Witherington menjelaskan bahwa indikator yang
dapat dijadikan kriteria untuk menyatakan seorang peserta didik termasuk
kategori “pandai” adalah;
-
kemampuan
untuk bekerja dengan angka-angka atau bilangan-bilangan
-
kemampuan
untuk menggunakan bahasa dengan baik dan betul
-
kemampuan
untuk menangkap sesuatu yang baru, yakni dengan secara cepat dapat mengikuti
pembicaraan orang lain
-
kemampuan
untuk mengingat-ingat sesuatu
-
kemampuan
memahami hubungan antar gejala yang satu dengan gejala lain
-
kemampuan
untuk berfantasi atau berpikir secara abstrak
Sedangkan
menurut David Lazear, terdapat 7 (tujuh) indikator yang dapat dikategorikan
sebagai petunjuk tentang tinggi-rendahnya intelegensia seseorang, yaitu;
-
kemampuan
verbal
-
kemampuan
mengamati dan rasa ruang
-
kemampuan
gerak kinetis-fisik
-
kemampuan
logika/matematika
-
kemampuan
dalam hubungan intra-personal
-
kemampuan
dalam hubungan inter-personal, dan
-
kemampuan dalam musik/irama.
b.
Pengukuran
pada umumnya menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat kuantitatif, atau lebih
sering menggunakan simbol-simbol angka yang selanjutnya dianalisis menggunakan
metode statistik, dan pada akhirnya diberikan interpretasi. Misalnya menggunakan
nilai standar berskala 100 yang selanjutnya dikoversi atau diubah ke dalam
nilai-nilai huruf A, B, C, D, dan E dengan patokan sebagai berikut;
Nilai Angka
|
Nilai Huruf
|
Predikat
|
80 ke atas
66 – 79
56 – 65
46 – 55
45 ke bawah
|
A
B
C
D
E
|
Baik Sekali
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
|
c.
Kegiatan
evaluasi pada umumnya digunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap
didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa pada setiap populasi peserta didik
yang sifatnya heterogen jika dihadapkan pada suatu tes hasil belajar maka
prestasi mereka juga akan beragam.
d.
Prestasi
belajar yang dicapai oleh para peserta didik dari waktu ke waktu bersifat
relatif, dalam arti bahwa hasil-hasil evaluasi terhadap keberhasilan belajar
peserta didik pada umumnya tidak selalu menunjukkan kesamaan atau keajegan.
e.
Kegiatan
evaluasi yang dilaksanakan sulit untuk dihindari terjadinya kekeliruan
pengukuran dalam kaitannya dengan pemberian nilai.
B.
TAKSONOMI
BLOOM (MENERAPKAN RANAH KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTOR SEBAGAI OBYEK
EVALUASI HASIL BELAJAR).
Beberapa
orang pakar pendidikan Amerika Serikat yaitu; Benjamin S. Bloom, M.D.
Englehart, E. Furst, W.H. Hill, Daniel R. Krathwohl dan Ralph E. Taylor
mengembangkan suatu metode pengklasifikasian tujuan pendidikan yang disebut taxonomy.
Mereka berpendapat bahwa taksonomi
(pengelompokan) tujuan pendidikan harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis
domain (ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu (1) ranah proses
berpikir (cognitive domain), (2) ranah nilai atau sikap (affective
domain), dan (3) ranah keterampilan (psychomotor domain).
Ketiga ranah
tersebut harus dijadikan sasaran dalam kegiatan evaluasi hasil belajar, yaitu
(1) apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran
yang telah diberikan kepada mereka?, (2) apakah peserta didik sudah dapat
menghayatinya?, (3) apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah
dapat diramalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya
sehari-hari?.
1.
Ranah
Kognitif
Ranah
kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom,
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Terdapat enam jenjang proses berpikir, yaitu; (1) pengetahuan / hafalan
/ ingatan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3)
penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sentesis (synthesis),
dan (6) penilaian (evaluation).
Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang
untuk mengingat-ingat kembali (recall)
atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan
sebagainya.
Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan ingat. Memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari
berbagai segi. Peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila dapat
memberikan penjelasan atau uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan
berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Penerapan atau
aplikasi (application) adalah
kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara
ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Contoh hasil belajar kognitif
jenjang ini adalah: peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep
hubungan timbal balik seperti yang dijelaskan dalam Sigalovada Sutta dalam
kehidupan sehari-hari.
Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang
untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian
yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau
faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lainnya. Contoh: peserta
didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari
kedisiplinan seorang peserta didik di rumah, di sekolah, dan dalam kehidupan
sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran agama
Buddha.
Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berpikir
yang merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Sintesis merupakan
suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis,
sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru.
Contoh: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya hubungan timbal
balik sebagaimana diajarkan Buddha dalam Sigalovada Sutta.
Penilaian/penghargaan/evaluasi
(evaluation) disini merupakan
kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai
atau ide, misalnya jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan, maka ia
akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik, sesuai dengan patokan-patokan
atau kriteria yang ada. Contoh: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang
manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat
menunjukkan akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau
tidak berdisiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian,
bahwa kedisiplinan merupakan salah satu bentuk praktek Dhamma.
2.
Ranah
Afektif
Taksonomi
ranah afektif mula-mula dikembangkan oleh David R. Krathwohl dan kawan-kawan
(1974) dalam bukunya yang berjudul Taxonomy of educational objectives:
Affective domain. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap
dan nilai. Ciri-ciri hasil belajar ranah afektif tampak pada peserta didik
dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatianya terhadap mata pelajaran
pendidikan Agama Buddha, kedisiplinan, motivasi yang tinggi, dan sebagainya.
Ranah afektif
oleh Krathwohl (19740 dan kawan-kawan ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi ke
dalam lima jenjang, yaitu (1) receiving, (2) responding, (3) valuing,
(4) organization, dan (5) characterrization by a value or value
complex.
Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan)
adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang
datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain.
Termasuk dalam jenjang ini misalnya; kesadaran dan keinginan untuk menerima
stimulus, mengontrol, dan menyeleksi gejala atau rangsangan yang muncul dari
luar. Misalnya peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan, sifat
malas dan tidak berdisiplin harus disingkirkan.
Responding (menanggapi) mengandung arti adanya partisipasi aktif.
Kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat
reaksi terhadap dirinya dengan salah satu cara. Contoh: peserta didik tumbuh
hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam ajaran-ajaran
agama Buddha tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai = menghargai) artinya memberikan nilai atau
memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila
kegiatan itu tidak dilakukan, dirasakan akan membawa kerugian dan penyesalan.
Contoh: tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik untuk berlaku
disiplin baik di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat.
Organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan
perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yaitu
membawa kepada perbaikan yang lebih umum. Contoh: peserta didik mendukung
penegakan “ayo bersih-bersih” yang dicanangkan oleh Wali Kota Bandar Lampung
sejak tahun 2006 lalu.
Characterrization
by a value or value complex (karakterisasi
dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai
yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Contoh hasil belajar: peserta didik telah memiliki kebulatan sikap
wujudnya peserta didik menjadikan Dharma yang tertera dalam Tripitaka sebagai
pegangan hidup.
3.
Ranah
Psikomotor
Ranah
psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima
pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh
Simpson (1956) bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk
keterampilan (skill) dan kemampuan
bertindak individu. Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil
belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau
perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan
afektif.
C.
LANGKAH-LANGKAH
POKOK DALAM EVALUASI HASIL BELAJAR
Pada umumnya
kegiatan evaluasi hasil belajar meliputi enam langkah pokok, yakni;
1.
Menyusun
rencana evaluasi hasil belajar
Perencanaan evaluasi hasil belajar mencakup enam jenis
kegiatan, yaitu;
-
Merumuskan
tujuan dilaksanakannya evaluasi.
-
Menetapkan
aspek-aspek yang akan dievaluasi, apakah aspek kognitif, aspek afektif, atau
aspek psikomotorik.
-
Memilih dan
menentukan tekhnik yang akan dipergunakan didalam pelaksanaan evaluasi, apakah
evaluasi akan dilaksanakan dengan teknik tes atau non tes.
-
Menyusun
alat-alat pengukur yang akan dipergunakan dalam pengukuran dan penilaian hasil
belajar peserta didik, seperti butir tes hasil belajar (tekhnik tes), daftar
check, panduan wawancara, daftar angket, dan sebagainya (jika menggunakan
tekhnik non tes).
-
Menentukan
tolok ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan patokan dalam memberikan
interpretasi terhadap data hasil evaluasi. Apakah akan menggunakan Penilaian
acuan Patokan (PAP) atau akan menggunakan Penilaian Beracuan Kelompok atau
Norma (PAN).
-
Menentukan
frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar, yakni kapan dan berapa kali
evaluasi itu dilaksanakan.
2.
Menghimpun
data
Wujud nyata dari kegiatan menghimpun data adalah
melaksanakan pengukuran, misalnya dengan menyelenggarakan tes hasil belajar.
3.
Melakukan
verifikasi data
Sebelum diolah lebih lanjut, data yang telah dihimpun
perlu disaring terlebih dahulu. Proses penyaringan itu dikenal dengan istilah
penelitian data atau verifikasi data, yang dimaksudkan untuk memisahkan data
yang baik (data yang dapat memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai
diri individu atau sekelompok individu yang sedang dievaluasi) dari data yang
kurang baik (data yang akan mengaburkan gambaran yang akan diperoleh apabila
data itu ikut serta diolah).
4.
Mengolah dan
menganalisis data
Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan makna terhadap
data yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Dalam mengolah atau
menganalisis data dapat menggunakan tekhnik statistik dan / atau tekhnik non
statistik, tergantung kepada jenis data yang akan diolah. Analisis statistik
misalnya penuyusunan atau pengaturan dan penyajian data lewat tabel-tabel,
grafik atau diagram, dan sebagainya.
5.
Memberikan
interpretasi dan menarik kesimpulan
Berdasarkan interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu
pada akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu yang harus
mengacu kepada tujuan evaluasi.
6.
Tindak lanjut
hasil evaluasi
Pada akhirnya elevator akan mengambil keputusan atau
kebijakan-kebijakan yang dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan
evaluasi tersebut, berdasar dari data hasil evaluasi yang telah disusun,
diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan.
BAB III
TEKHNIK TES DAN NON TES SEBAGAI ALAT EVALUASI HASIL BELAJAR

A.
TEKHNIK
TES
1.
Pengertian
Tes
Kata tes
secara harafiah berasal dari bahasa Perancis Kuno: testum dengan arti;
“piring untuk menyisihkan logam-logam mulia”. Dalam bahasa Inggris ditulis
dengan test yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan tes, ujian,
atau percobaan. Terdapat beberapa istilah yang perlu diperjelas sehubungan
dengan uraian di atas, yaitu istilah test, testing, tester, dan
testee:
-
Tes (sebelum EYD = test) adalah alat bantu atau
prosedur yang digunakan dalam pengukuran dan penilaian. Cara mengerjakanya
tergantung dari petunjuknya.
-
Testing adalah saat dilaksanakan atau berlangsungnya pengukuran dan penilaian.
-
Tester artinya orang yang melaksanakan tes, atau pembuat tes, atau
eksperimentator yaitu orang yang sedang melakukan percobaan. Tugas tester yaitu:
(a) mempersiapkan ruangan dan kelengkapan yang diperlukan; (b) membagikan
lembaran tes dan alat-alat lain untuk mengerjakan; (c) menerangkan cara mengerjakan
tes; (d) mengawasi testee mengerjakan tes; (e) memberikan tanda-tanda waktu;
(f) mengumpulkan pekerjaan responden; dan (g) mengisi berita acara atau laporan
yang diperlukan (jika ada).
-
Testee atau testees adalah pihak yang sedang dikenai tes
(peserta tes) atau pihak yang sedang dikenai percobaan (tercoba).
2.
Fungsi
Tes
Secara umum
terdapat dua macam fungsi tes, yakni;
-
Sebagai alat
pengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta
didik setelah menempuh proses belajar dalam jangka waktu tertentu.
-
Sebagai alat
pengukur keberhasilan program pengajaran.
Arikunto
(2006:152) menjelaskan perbandingan fungsi tes ditinjau dari 3 hal;
Fungsi untuk kelas
|
Fungsi untuk bimbingan
|
Fungsi untuk administrasi
|
a.
mengadakan diagnosis kesulitan belajar siswa.
b.
mengevaluasi celah antara bakat dengan pencapaian.
c.
menaikkan tingkat prestasi.
d.
mengelompokkan siswa dalam kelas pada waktu metode
kelompok.
e.
merencanakan KBM untuk siswa secara perseorangan.
f.
menentukan siswa mana yang memerlukan bimbingan khusus.
g.
menentukan tingkat pencapaian untuk setiap anak.
|
a.
menentukan arah pembicaraan dengan orang tua tentang
anak-anak mereka.
b.
membantu siswa dalam menentukan pilihan.
c.
membantu siswa mencapai tujuan pendidikan dan jurusan.
d.
memberi kesempatan kepada pembiming, guru, dan orang
tua dalam memahami kesulitan anak.
|
a.
memberi petunjuk dalam mengelompokkan siswa.
b.
penempatan siswa baru.
c.
membantu siswa memilih kelompok.
d.
menilai kurikulum.
e.
memperluas hubungan masyarakat (public relation).
f.
menyediakan informasi untuk badan-badan lain di luar
sekolah.
|
3.
Komponen-komponen
Tes
Komponen atau
kelengkapan tes terdiri dari:
-
Buku tes,
yakni lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang harus dikerjakan
oleh siswa.
-
Lembar
jawaban tes, yaitu lembaran yang disediakan oleh penilai bagi testee untuk
mengerjakan tes.
-
Kunci jawaban
tes berisi jawaban-jawaban yang dikehendaki. Kunci jawaban ini dapat berupa
huruf-huruf atau kata/kalimat. Ide dari adanya kunci jawaban ini adalah agar:
(a) pemeriksaan tes dapat dilakukan orang lain; (b) pemeriksaannya betul; (c) dilakukan
dengan mudah; dam (d) sesedikit mungkin masuknya unsur subyektif.
-
Pedoman
penilaian, berisi keterangan perincian tentang skor atau angka yang diberikan
kepada siswa bagi soal-soal yang telah dikerjakan.
4.
Penggolongan
Tes
a.
Penggolangan
tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan belajar peserta
didik.
Berdasarkan
hal ini, tes dapat digolongkan menjadi enam golongan, yakni;
1)
Tes Seleksi
Tes ini
dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon mahasiswa baru, dimana hasil tes
digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari
calon yang mengikuti tes. Tes seleksi dapat dilaksanakan secara lisan, secara
tertulis, dengan tes perbuatan, dan dapat juga dilaksanakan dengan
mengkombinasikan ketiga jenis tes tersebut secara serempak. Tes seleksi sering
dikenal dengan istilah ujian saringan atau ujian masuk.
2)
Tes Awal
Tes awal
sering dikenal dengan istilah pre-test. Tes jenis ini dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang
akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. Jadi tes awal adalah
tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik.
Isi atau materi tes awal pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan penting yang
seharusnya sudah diketahui atau dikuasai oleh peserta didik sebelum pelajaran
diberikan kepada mereka.
Setelah tes
awal berakhir, tindak lanjutnya adalah; (1) jika dalam tes awal itu semua
materi yang ditanyakan dalam tes sudah dikuasai dengan baik oleh peserta didik,
maka materi yang telah ditanyakan tidak akan diajarkan lagi, (2) jika materi
yang dapat dipahami oleh peserta didik baru sebagian saja, maka yang diajarkan
adalah materi pelajaran yang belum cukup dipahami oleh para peserta didik.
3)
Tes Akhir
Tes akhir
sering dikenal dengan istilah post-test, yang dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah
dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para peserta didik.
Isi atau materi tes akhir ini adalah bahan-bahan
pelajaran yang tergolong penting, yang telah diajarkan kepada peserta didik,
dan biasanya naskah tes akhir ini dibuat sama dengan naskah tes awal, sehingga
dapat diketahui apakah hasil tes akhir lebih baik, sama, ataukah lebih jelek
daripada hasil tes awal.
4)
Tes
Diagnostik (diagnostic test)
Tes
diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis
kesukaran, yang dihadapi oleh para peserta didik. Tes diagnostik juga bertujuan
untuk menemukan jawab atas pertanyaan “Apakah peserta didik sudah dapat
menguasai pengetahun yang merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima
pengetahuan selanjutnya”.
Materi yang
ditanyakan dalam tes diagnostik pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan
tertentu yang biasanya atau menurut pengalaman sulit dipahami peserta didik.
Tes ini dapat dilaksanakan secara lisan, tertulis, perbuatan, atau kombinasi
dari ketiganya.
5)
Tes Formatif
Tes formatif
bertujuan untuk mengetahui sejauh manakah peserta didik “telah terbentuk”
setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Tes
formatif dilaksanakan pada setiap kali satuan pelajaran atau sub pokok bahasan
berakhir. Tes formatif biasa dikenal dengan istilah “ulangan harian”. Materi
tes formatif pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan pelajaran yang telah
diajarkan.
6)
Tes Sumatif
Tes sumatif
adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program
pengajaran selesai diberikan. Di sekolah, tes ini dikenal dengan istilah
“Ulangan Umum”. Tujuan utama tes sumatif adalah untuk menentukan nilai yang
melambangkan keberhasilan peserta didik setelah menempuh proses pembelajaran
dalam jangka waktu tertentu, sehingga dapat ditentukan;
-
Kedudukan
dari masing-masing peserta didik di tengah kelompoknya.
-
Dapat atau
tidaknya peserta didik untuk mengikuti program pengajaran berikutnya.
-
Kemajuan
peserta didik, untuk diinformasikan kepada pihak orang tua, BK, lembaga-lembaga
pendidikan lainya, dan sebagainya.
b.
Penggolongan
Tes Berdasarkan Aspek Psikis yang Ingin Diungkap
Ditinjau dari
aspek ini, dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
-
Tes
intelegensi (intellegency test), yakni tes yang dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
-
Tes kemampuan
(aptitude test), yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki testee.
-
Tes sikap (attitude
test), yakni salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap
predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu
terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu atau obyek tertentu.
-
Tes
kepribadian (personality test), yakni tes yang dilaksanakan dengan
tujuan mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya bersifat
lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi, dll.
-
Tes hasil
belajar atau tes pencapaian (achievement test), yakni tes yang biasa
digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar.
c.
Penggolongan
Tes Berdasarkan Jumlah Orang yang Mengikuti Tes
Ditinjau dari
aspek ini, dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
-
Tes
individual (individual test), yakni tes dimana tester hanya berhadapan
dengan satu orang testee.
-
Tes kelompok (group
test), yakni tes dimana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang
testee.
d.
Penggolongan
Ditinjau Dari Segi Waktu Yang Disediakan
Ditinjau dari
waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaikan tes, dapat dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu:
-
Power
test, yakni tes di mana waktu yang disediakan bagi testee
untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi.
-
Speed
test, yakni tes di mana waktu yang disediakan bagi testee
untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi.
e.
Penggolongan
Tes Berdasarkan Bentuk Responnya
Ditinjau dari
bentuk responnya, tes dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
-
Verbal
test, yakni suatu tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang dalam
bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, secara lisan maupun tulisan.
-
Nonverbal
test, yakni suatu tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang bukan
ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku.
f.
Penggolongan
Tes Ditinjau Dari Segi Cara Mengajukan Pertanyaan dan Cara Memberikan Jawaban.
Berdasarkan
aspek ini, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
-
Tes tertulis (pencil
and paper test), yakni jenis tes dimana tester dalam mengajukan butir-butir
pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee memberikan
jawabannya juga secara tertulis.
-
Tes lisan (nonpencil
and paper test), yakni jenis tes dimana tester dalam mengajukan butir-butir
pertanyaan atau soal dilakukan secara lisan dan testee memberikan jawabannya
juga secara lisan.
B.
TEKHNIK
NON TES (PENGAMATAN, WAWANCARA, ANGKET, DAN PEMERIKSAAN DOKUMEN).
Evaluasi
dengan tekhnik non-tes dilaksanakan dengan melakukan pengamatan secara
sistematis (observation), melakukan wawancara (interview),
menyebarkan angket (questionnaire), dan memeriksa atau meneliti
dokumen-dokumen (documentary analysis). Tekhnik non tes pada umumnya
memegang peranan yang penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta
didik dari segi ranah sikap hidup (affective domain) dan ranah
keterampilan (psychomotoric domain), sedangkan tekhnik tes lebih banyak
digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah proses
berpikirnya (cognitive domain).
1.
Pengamatan
(Observation)
Observasi
adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi banyak
digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu
kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam
situasi buatan. Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar;
misalnya tingkah laku peserta didik pada waktu guru pendidikan agama
menyampaikan pelajaran di kelas, dan sebagainya.
Observasi
dapat dilakukan secara partisipatif (participant observation) maupun
nonpartisipatif (nonparticipant observation). Observasi dapat pula
berbentuk observasi eksperimental (experimental observation) yaitu
observasi yang dilakukan dalam situasi buatan atau berbentuk observasi yang
dilakukan dalam situasi yang wajar (nonexperimental observation). Pada
observasi berpartisipasi, observer melibatkan diri di tengah-tengah
kegiatan observee, sedangkan pada observasi nonpartisipasi evaluator
seolah-olah sebagai penonton.
Observasi
yang dilakukan dengan terlebih dahulu membuat perencanaan secara matang,
dikenal dengan istilah observasi sistematis (systematic observation).
Pada observasi jenis ini, observasi dilaksanakan dengan berlandaskan pada
kerangka kerja yang memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi
dan luas materi observasinya pun telah ditetapkan dan dibatasi secara tegas,
sehingga pengamatan dan sekaligus pencatatan yang dilakukan oleh evaluator
bersifat selektif. Wujud kongkret pedoman observasi adalah formulir (blangko
atau form) yang di dalamnya dimuat segi-segi, aspek-aspek atau tingkah laku
yang perlu diamati dan dicatat pada waktu berlangsungnya kegiatan peserta
didik.

Mata Pelajaran :
Pendidikan Agama Buddha
Topik :
Membuat Lampion Buddhis
Kelas :
..................
Nama Siswa :
...............
Hari, Tanggal :
...........
No.
|
Kegiatan/Aspek yang dinilai
|
Skor/Nilai
|
Keterangan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
Persiapan
alat-alat (bahan)
Kombinasi
bahan
Kombinasi
warna
Cara
mengerjakan
Sikap waktu
mengerjakan
Ketepatan
waktu mengerjakan
Kecekatan
Hasil
pekerjaan
|
...............
...............
...............
...............
...............
...............
...............
...............
|
|
|
Jumlah
|
...............
|
|
Pada
observasi nonsistematis (observasi dimana observer atau evaluator dalam
melakukan pengamatan dan pencatatan tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang
pasti) kegiatan observasi hanya dibatasi oleh tujuan dari observasi itu
sendiri. Contoh: seorang guru pendidikan Agama Buddha mengadakan observasi pada
satu atau beberapa Vihara guna mengetahui dan selanjutnya menilai keaktifan
siswa-siswanya dalam menjalankan Puja Bhakti dan kegiatan Sekolah Minggu
Buddhis.
Penilaian
atau evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan dengan melakukan observasi memiliki
berbagai macam kelebihan dan kekurangan. Kebaikan dari observasi adalah:
-
Data
observasi itu diperoleh secara langsung di lapangan, yakni dengan jalan
melihat dan mengamati kegiatan atau
ekspresi peserta didik di dalam melakukan sesuatu, sehingga dengan demikian
data tersebut bersifat obyektif dalam melukiskan aspek-aspek kepribadian
peserta didik menurut keadaan yang senyata-nyatanya.
-
Data hasil
observasi dapat mencakup berbagai aspek kepribadian masing-masing individu
peserta didik; dengan demikian maka di dalam pengolahannya tidak hanya
menekankan pada salah satu segi saja dari kecakapan atau prestasi belajar
mereka.
Segi kelemahan dari metode observasi antara lain:
-
Observasi
sebagai salah satu alat evaluasi hasil belajar tidak selalu dapat dilakukan dengan
baik dan benar oleh pengajar.
-
Kepribadian (personality)
dari observer atau evaluator juga sering masuk ke dalam penilaian yang
dilakukan dengan cara observasi.
-
Data yang
diperoleh dari kegiatan observasi umumnya baru dapat mengungkap aspek luarnya saja.
2.
Wawancara
(Interview)
Wawancara
adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan
melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah
serta tujuan yang telah ditentukan. Terdapat dua jenis wawancara yang dapat
dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a.
Wawancara
terpimpin (guided interview) yang juga sering dikenal dengan istilah
wawancara berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis.
Evaluator dalam wawancara terpimpin melakukan tanya jawab
lisan dengan pihak-pihak yang diperlukan, misalnya peserta didik, wawancara
dengan orang tua atau wali murid, dan lain-lain, dalam rangka menghimpun
bahan-bahan keterangan untuk penilaian terhadap peserta didiknya. Wawancara ini
sudah dipersiapkan secara matang, yaitu dengan berpegang pada panduan wawancara
(interview guide) yang butir-butir itemnya terdiri dari hal-hal yang
dipandang perlu guna mengungkap kebiasaan hidup sehari-hari peserta didik,
hal-hal yang disukai atau tidak disukai, dan sebagainya.
b.
Wawancara
tidak terpimpin (un-guided interview) yang juga sering dikenal dengan
istilah wawancara sederhana (simple interview) atau wawancara bebas.
Evaluator dalam wawancara bebas, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa dikendalikan
oleh pedoman tertentu. Mereka dengan bebas mengemukakan jawabannya. Tetapi pada
saat menganalisis dan menarik kesimpulan evaluator akan dihadapkan pada
kesulitan-kesulitan, terutama apabila jawaban mereka beragam.
3.
Angket (Questionnaire)
Angket dapat
diberikan langsung kepada peserta didik, dapat pula diberikan kepada para orang
tua mereka. Tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam proses pembelajaran
adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai
salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka.
Selain itu juga untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum
dan program pembelajaran.
Data yang
dapat dihimpun melalui kuesioner misalnya adalah data yang berkenaan dengan kesulitan-kesulitan
yang dihadapi peserta didik dalam mengikuti pelajaran, cara belajar mereka,
fasilitas belajar, bimbingan belajar, dan sebagainya.
Kuesioner
sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif, dapat berupa bentuk
pilihan ganda (multiple choice item) atau berbentuk skala sikap. Skala
yang mengukur sikap, sangat terkenal dan sering digunakan untuk mengungkap
sikap peserta didik adalah skala likert
.
4.
Pemeriksaan
Dokumen (Documentary Analysis)
Evaluasi
mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa
menguji juga dapat dilengkapi dengan melakukan pemeriksaan terhadap
dokumen-dokumen; misalnya dokumen yang memuat informasi mengenai riwayat hidup (auto
biografi), seperti kapan dan dimana peserta didik dilahirkan, agama yang
dianut, kedudukan anak dalam keluarga, dan sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar