Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

EVALUASI PEMBELAJARAN


                                         EVALUASI PEMBELAJARAN
 

A.    PENGERTIAN EVALUASI HASIL BELAJAR
Secara harafiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris (evaluation) yang dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya value yang dalam bahasa Indonesia berarti nilai. Secara harafiah evaluasi pendidikan (educational evaluation) dapat diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Evaluasi pendidikan adalah suatu tindakan atau kegiatan yang dilaksanakan dengan maksud untuk menentukan nilai dari segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di dunia pendidikan. Singkatnya, evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.

Lembaga Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai Evaluasi Pendidikan sebagai berikut: (1) Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan; (2) Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan.

B.    HUBUNGAN EVALUASI (EVALUATION) DENGAN PENGUKURAN (MEASUREMENT)
Istilah evaluasi, penilaian, dan pengukuran memiliki pengertian yang berbeda meskipun saling berkaitan.
1.                     Pengertian Pengukuran (measurement)
Pengukuran (measurement) dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu atau membandingkan sesuatu dengan dasar ukuran tertentu. Misalnya mengukur luas bangunan menggunakan ukuran meter persegi (M2). Hasilnya adalah 240 M2, dan sebagainya. Pengukuran ini bersifat kuantitatif.
Pengukuran yang bersifat kuantitatif dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni; 1) pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji sesuatu, misalnya pengukuran yang dilakukan oleh penjahit pakaian mengenai panjang lengan, lebar bahu, dan sebagainya; 2) pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu, misalnya pengukuran untuk mengetahui besar tekanan angin pada suatu ban, dan sebagainya; 3) pengukuran yang dilakukan untuk menilai, dengan jalan menguji sesuatu, misalnya mengukur kemajuan belajar peserta didik dalam rangka mengisi rapor yang dilakukan dengan menguji mereka dalam bentuk tes hasil belajar. Pengertian pengukuran yang ketiga inilah yang sering dikenal dalam dunia pendidikan.

2.                     Pengertian Penilaian (evaluation)
Penilaian (evaluation) mengandung arti suatu pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh, dan sebagainya. Penilaian bersifat kualitatif. Misalnya; dari 100 butir soal yang diberikan, Beni menjawab 80 butir soal dengan betul. Dengan demikian dapat ditentukan bahwa Beni termasuk anak yang pandai.



3.                     Hubungan Evaluasi dengan Pengukuran dan Penilaian
Evaluasi meliputi pengukuran dan penilaian. Evaluasi merupakan suatu proses untuk menilai sesuatu. Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai, dilakukan pengukuran, dan wujud pengukuran itu adalah pengujian. Pengujian inilah yang dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah tes.
Evaluasi terhadap prestasi belajar peserta didik sebagian besar bersumber dari hasil-hasil pengukuran. Evaluasi mengenai proses belajar peserta didik tidak dapat dilaksanakan dengan baik apabila evaluasi tidak didasarkan atas data yang bersifat kuantitatif. Baik buruknya evaluasi tergantung pada hasil-hasil pengukuran yang mendahuluinya.
Wandt dan Brown (1977) mengatakan: measurement means the act or process of axestaining the extent or quantity of something. Pengukuran adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas atau kuantitas dari sesuatu; ia akan memberikan jawaban atas pertanyaan: how much? Sedangkan penilaian atau evaluasi didefinisikan sebagai tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Itu akan memberikan jawaban atas pertanyaan : what value?
Berikut ini diutarakan contoh-contoh untuk memahami apa persamaan, perbedaan, ataupun hubungan antara ketiganya;
            Contoh 1:
Jika ada orang yang memberi sebatang pensil kepada kita, dan kita disuruh memilih antara dua pensil yang tidak sama panjangnya, tentu kita akan memilih pensil yang panjang. Kita tidak akan memilih pensil yang pendek, kecuali ada alasan yang sangat khusus.

 Contoh 2:
Seseorang ingin membeli jeruk, dipilihnya jeruk yang besar, kuning dan kulitnya halus. Hal ini dipertimbangkan karena menurut pengalaman sebelumnya, jenis jeruk yang demikian rasanya akan manis. Sedangkan jeruk yang kecil, hijau dan kulitnya agak kasar biasanya rasanya masam.

Berdasar contoh di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum menentukan pilihan, seseorang mengadakan penilaian terhadap benda yang akan dipilih. Dalam contoh pertama kita memilih pensil yang lebih panjang, sedangkan dalam contoh kedua seseorang menentukan dengan perkiraaan atas jeruk yang baik, yaitu jeruk yang rasanya manis.
Guna dapat mengadakan penilaian, seseorang mengadakan pengukuran terlebih dahulu. Jika ada penggaris, maka sebelum menentukan mana pensil yang  lebih panjang kita ukur terlebih dahulu kedua pensil tersebut. Setelah mengetahui berapa panjang masing-masing pensil itu, kita mengadakan penilaian dengan melihat bandingan panjang antara kedua pensil tersebut. Kita dapat menyatakan: ini pensil panjang, dan ini pensil pendek. Pensil yang panjang, itulah yang diambil.
Guna menentukan pilihan mana jeruk yang manis, seseorang tidak menggunakan “ukuran manis”, tetapi menggunakan ukuran besar, kuning, dan kulitnya halus. Ukuran ini tidak mempunyai wujud seperti kayu penggaris yang sudah ditera, tetapi diperoleh berdasarkan pengalaman. Sebenarnya kita juga mengukur, yakni membandingkan jeruk-jeruk yang ada dengan ukuran tertentu. Setelah itu memberikan penilaian, menentukan pilihan mana jeruk yang paling memenuhi ukuran itulah yang diambil. Dua langkah kegiatan yang dilalui sebelum mengambil barang itulah yang disebut mengadakan evaluasi, yakni mengukur dan menilai. Seseorang tidak dapat mengadakan penilaian sebelum mengadakan pengukuran.
Berdasar uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
-    Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran ini bersifat kuantitatif.
-    Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif.
-    Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah mengukur dan menilai.

C.   FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN
Secara umum evaluasi memiliki tiga macam fungsi pokok yaitu, 1) mengukur kemajuan, 2) menunjang penyusunan rencana, dan 3) memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali. Setidaknya terdapat dua macam kemungkinan hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi, yaitu; 1) hasil evaluasi ternyata menggembirakan, sehingga dapat memberikan rasa lega bagi elevator, sebab tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai sesuai dengan yang direncanakan; 2) hasil evaluasi ternyata tidak menggembirakan atau bahkan mengkhawatirkan, dengan alasan bahwa berdasar hasil evaluasi ternyata dijumpai adanya hambatan-hambatan sehingga mengharuskan elevator bersikap waspada.
Secara khusus fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan dapat ditilik dari tiga segi, yaitu 1) segi psikologis, 2) segi didaktik, dan 3) segi administratif.
Secara psikologis evaluasi pendidikan bagi peserta didik, akan memberikan pedoman atau pegangan batin kepada mereka untuk mengenal kapasitas dan status dirinya di tengah kelompok atau kelasnya. Bagi pendidik, evaluasi pendidikan akan memberikan kepastian atau ketetapan hati, sudah sejauh manakah usaha yang telah dilakukannya membawa hasil, sehingga memiliki pedoman yang pasti guna menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Bagi peserta didik, secara didaktik evaluasi hasil belajar dapat memberikan dorongan untuk memperbaiki, meningkatkan, dan mempertahankan prestasinya. Bagi pendidik, secara didaktik evaluasi pendidikan memberikan 5 macam fungsi, yaitu;
-    Memberikan landasan untuk menilai prestasi yang telah dicapai peserta didik
-    Memberikan informasi untuk mengetahui posisi masing-masing peserta didik di kelasnya.
-    Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan  menetapkan status peserta didik.
-    Memberikan pedoman untuk mencari jalan keluar bagi peserta didik yang memerlukan.
-    Memberikan petunjuk tentang sejauhmana program pengajaran dapat dicapai.

Secara administratif, evaluasi pendidikan memiliki tiga macam fungsi, yakni;
-    Memberikan laporan mengenai kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
-    Memberikan gambaran mengenai hasil-hasil yang telah dicapai dalam proses pembelajaran yang tercermin dari hasil peserta didik setelah diberikan evaluasi.
-    Memberikan data yang dapat digunakan untuk menyatakan peserta didik dapat dinyatakan tamat belajar, naik kelas, tinggal kelas, lulus atau tidak lulus, dsb.




D.    TUJUAN EVALUASI PENDIDIKAN
Secara umum terdapat dua tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan, yaitu:
-    Menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau kemajuan yang dialami oleh para peserta didik.
-    Mengetahui tingkat efektivitas metode yang gunakan dalam KBM.
Tujuan khusus dari evaluasi bidang pendidikan adalah:
-    Merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.
-    Mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidak keberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan.

E.     KEGUNAAN EVALUASI PENDIDIKAN
Adapun kegunaan dari evaluasi pendidikan adalah:
-    Elevator dapat memperoleh informasi tentang hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program pendidikan.
-    Relevansi antara program pendidikan yang telah dirumuskan dengan tujuan yang hendak dicapai dapat diketahui.
-    Usaha perbaikan, penyesuaian, dan penyempurnaan program pendidikan dapat dilakukan.

F.     SUBYEK (PELAKU) DAN OBYEK (SASARAN) EVALUASI PENDIDIKAN
1.                               Subyek (pelaku) Evaluasi Pendidikan
Subyek atau pelaku evaluasi pendidikan ialah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi dalam bidang pendidikan. Dalam kegiatan evaluasi pendidikan, subyek evaluasinya adalah guru atau dosen yang mengasuh mata pelajaran tertentu.
2.                               Obyek (sasaran) Evaluasi Pendidikan
Obyek atau sasaran Evaluasi pendidikan adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan kegiatan atau proses pendidikan. Sasaran evaluasi pendidikan meliputi tiga segi, yakni input, transformasi, dan output. Ditinjau dari segi input, obyek evaluasi pendidikan meliputi tiga aspek, yaitu (1) aspek kemampuan, (2) aspek kepribadian, dan (3) aspek sikap.
a.      Aspek kemampuan
Peserta didik untuk dapat diterima sebagai calon peserta didik dalam rangka mengikuti program pendidikan tertentu, harus memiliki kemampuan yang sesuai atau memadai, sehingga dalam proses pembelajaran pada program pendidikan tertentu tidak akan mengalami banyak hambatan atau kesulitan.
b.      Aspek kepribadian
Peserta didik sebelum mengikuti program pendidikan tertentu, perlu dievaluasi terlebih dahulu kepribadiannya dengan menggunakan tes kepribadian (personality test), sebab baik buruknya kepribadian mereka secara psikologis dapat mempengaruhi keberhasilan mereka dalam program pendidikan.
c.      Aspek sikap
Aspek sikap dinilai atau dievaluasi dengan menggunakan tes sikap (attitude test), atau sering disebut dengan skala sikap (attitude scale). Contoh tes sikap yang diungkap dengan menggunakan skala sikap adalah; sikap tenggang rasa, minat terhadap mata pelajaran, sikap kebangsaan, dan lain-lain.
Ditinjau dari segi transformasi, obyek evaluasi pendidikan meliputi; 1) kurikulum atau materi pelajaran; 2) metode mengajar dan tekhnik penilaian; 3) sarana atau media pendidikan; 4) sistem administrasi; 5) guru dan unsur-unsur personal lainnya yang terlibat dalam proses pendidikan.
Sasaran evaluasi pendidikan dari segi output adalah tingkat pencapaian atau prestasi belajar yang berhasil diraih oleh masing-masing peserta didik.

G.   RUANG LINGKUP (SCOPE) EVALUASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH
Secara umum, ruang lingkup dari evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah mencakup tiga komponen utama, yaitu; 1) evaluasi mengenai program pengajaran; 2) evaluasi mengenai proses pelaksanaan pengajaran; dan 3) evaluasi mengenai hasil belajar  (hasil pengajaran).
1.       Evaluasi Program Pengajaran
Evaluasi ini mencakup tiga hal, yakni; 1) evaluasi terhadap tujuan pengajaran; 2) evaluasi terhadap isi program pengajaran; dan 3) evaluasi terhadap strategi KBM.
2.       Evaluasi Proses Pelaksanaan Pengajaran
Evaluasi ini mencakup beberapa hal, yakni;
-    Kesesuaian antara proses KBM dengan program pengajaran yang telah ditentukan.
-    Kesiapan guru dalam melaksanakan program pengajaran.
-    Kesiapan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran.
-    Minat atau perhatian peserta didik dalam mengikuti pelajaran.
-    Keaktifan atau partisipasi peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
-    Peranan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang memerlukan.
-    Komunikasi dua arah antara guru dengan murid selama proses KBM berlangsung.
-    Pemberian dorongan atau motivasi terhadap peserta didik.
-    Pemberian tugas-tugas kepada peserta didik, dan
-    Upaya menghilangkan dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah.
3.       Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar mencakup dua hal, yakni; 1) evaluasi mengenai tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus; 2) evaluasi mengenai tingkat pencapaian peserta didik terhadap tujuan-tujuan umum pengajaran.

BAB II
TEKHNIK EVALUASI HASIL BELAJAR

A.    PRINSIP DASAR DAN CIRI-CIRI EVALUASI HASIL BELAJAR
1.                                         Prinsip Dasar Evaluasi Hasil Belajar
Prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi yaitu adanya triangulasi (hubungan erat antara tiga komponen) yang meliputi;
a.      Tujuan pembelajaran
b.      Kegiatan pembelajaran atau KBM
c.      Evaluasi
Triangulasi dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut;
 



Text Box: evaluasiText Box: KBM



Ketiga hubungan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut;
a.      Hubungan antara Tujuan pembelajaran dengan KBM
Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Anak panah yang menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM.
b.      Hubungan antara Tujuan dengan evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauhmana tujuan sudah dicapai. Anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan. Jika dilihat dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan.
c.      Hubungan antara KBM dengan evaluasi
Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. Misalnya, jika KBM dilakukan oleh guru dengan menitikberatkan pada keterampilan, evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan peserta didik, bukan aspek pengetahuan, dan seterusnya.

Evaluasi hasil belajar yang baik juga harus menganut prinsip-prinsip lain, yakni;
a.      Prinsip keseluruhan
Prinsip keseluruhan juga dikenal dengan istilah prinsip komprehensif (comprehensive), yang dimaksudkan bahwa evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh.
Evaluasi hasil belajar selain mengungkap aspek berpikir (cognitive domain) juga dapat mengungkap aspek sikap (affective domain), dan aspek keterampilan (psychomotor) yang dimiliki masing-masing peserta didik. Jika dikaitkan dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha di sekolah, hendaknya bukan hanya mengungkap pemahaman peserta didik tentang agama Buddha, melainkan juga harus dapat mengungkap sejauh mana peserta didik dapat menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Buddha dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Prinsip kesinambungan
Prinsip kesinambungan juga dikenal dengan prinsip kontinuitas (continuity), yang dimaksudkan bahwa evaluasi hasil belajar dilaksanakan secara teratur dan sambung menyambung dari waktu kewaktu. Hal ini memungkinkan evaluator memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan peserta didik.
c.      Prinsip obyektivitas
Prinsip obyektivitas (objectivity) mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subyektif.

2.                                         Ciri-Ciri Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar memiliki ciri khas yang membedakannya dari bidang kegiatan yang lain. Ciri khas tersebut antara lain;
a.      Pengukurannya dilakukan secara tidak langsung.
Pendidik yang ingin menentukan peserta didik yang tergolong “lebih pandai” dibandingkan peserta didik lainnya, yang diukur bukan pandainya melainkan gejala yang tampak dari peserta didik tersebut. Dengan kata lain, yang dicari atau diukur adalah indikator yang merupakan pertanda bahwa peserta didik dapat disebut sebagai orang yang pandai.
Kaitannya dengan indikator tersebut, Carl Witherington menjelaskan bahwa indikator yang dapat dijadikan kriteria untuk menyatakan seorang peserta didik termasuk kategori “pandai” adalah;
-    kemampuan untuk bekerja dengan angka-angka atau bilangan-bilangan
-    kemampuan untuk menggunakan bahasa dengan baik dan betul
-    kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru, yakni dengan secara cepat dapat mengikuti pembicaraan orang lain
-    kemampuan untuk mengingat-ingat sesuatu
-    kemampuan memahami hubungan antar gejala yang satu dengan gejala lain
-    kemampuan untuk berfantasi atau berpikir secara abstrak
Sedangkan menurut David Lazear, terdapat 7 (tujuh) indikator yang dapat dikategorikan sebagai petunjuk tentang tinggi-rendahnya intelegensia seseorang, yaitu;
-    kemampuan verbal
-    kemampuan mengamati dan rasa ruang
-    kemampuan gerak kinetis-fisik
-    kemampuan logika/matematika
-    kemampuan dalam hubungan intra-personal
-    kemampuan dalam hubungan inter-personal, dan
-    kemampuan dalam  musik/irama.
b.      Pengukuran pada umumnya menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat kuantitatif, atau lebih sering menggunakan simbol-simbol angka yang selanjutnya dianalisis menggunakan metode statistik, dan pada akhirnya diberikan interpretasi. Misalnya menggunakan nilai standar berskala 100 yang selanjutnya dikoversi atau diubah ke dalam nilai-nilai huruf A, B, C, D, dan E dengan patokan sebagai berikut;
Nilai Angka
Nilai Huruf
Predikat
80 ke atas
66 – 79
56 – 65
46 – 55
45 ke bawah
A
B
C
D
E
Baik Sekali
Baik
Cukup
Kurang
Gagal

c.      Kegiatan evaluasi pada umumnya digunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa pada setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen jika dihadapkan pada suatu tes hasil belajar maka prestasi mereka juga akan beragam.
d.      Prestasi belajar yang dicapai oleh para peserta didik dari waktu ke waktu bersifat relatif, dalam arti bahwa hasil-hasil evaluasi terhadap keberhasilan belajar peserta didik pada umumnya tidak selalu menunjukkan kesamaan atau keajegan.
e.      Kegiatan evaluasi yang dilaksanakan sulit untuk dihindari terjadinya kekeliruan pengukuran dalam kaitannya dengan pemberian nilai.

B.    TAKSONOMI BLOOM (MENERAPKAN RANAH KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTOR SEBAGAI OBYEK EVALUASI HASIL BELAJAR).
Beberapa orang pakar pendidikan Amerika Serikat yaitu; Benjamin S. Bloom, M.D. Englehart, E. Furst, W.H. Hill, Daniel R. Krathwohl dan Ralph E. Taylor mengembangkan suatu metode pengklasifikasian tujuan pendidikan yang disebut taxonomy. Mereka  berpendapat bahwa taksonomi (pengelompokan) tujuan pendidikan harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu (1) ranah proses berpikir (cognitive domain), (2) ranah nilai atau sikap (affective domain), dan (3) ranah keterampilan (psychomotor domain).
Ketiga ranah tersebut harus dijadikan sasaran dalam kegiatan evaluasi hasil belajar, yaitu (1) apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan kepada mereka?, (2) apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya?, (3) apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diramalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari?.
1.     Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Terdapat enam jenjang proses berpikir, yaitu; (1) pengetahuan / hafalan / ingatan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sentesis (synthesis), dan (6) penilaian (evaluation).
Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya.
Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan ingat. Memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila dapat memberikan penjelasan atau uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Contoh hasil belajar kognitif jenjang ini adalah: peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep hubungan timbal balik seperti yang dijelaskan dalam Sigalovada Sutta dalam kehidupan sehari-hari.
Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lainnya. Contoh: peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang peserta didik di rumah, di sekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran agama Buddha.
Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Contoh: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya hubungan timbal balik sebagaimana diajarkan Buddha dalam Sigalovada Sutta.
Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide, misalnya jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan, maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik, sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada. Contoh: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak berdisiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kedisiplinan merupakan salah satu bentuk praktek Dhamma.

2.     Ranah Afektif
Taksonomi ranah afektif mula-mula dikembangkan oleh David R. Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam bukunya yang berjudul Taxonomy of educational objectives: Affective domain. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ciri-ciri hasil belajar ranah afektif tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatianya terhadap mata pelajaran pendidikan Agama Buddha, kedisiplinan, motivasi yang tinggi, dan sebagainya.
Ranah afektif oleh Krathwohl (19740 dan kawan-kawan ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu (1) receiving, (2) responding, (3) valuing, (4) organization, dan (5) characterrization by a value or value complex.
Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya; kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol, dan menyeleksi gejala atau rangsangan yang muncul dari luar. Misalnya peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak berdisiplin harus disingkirkan.
Responding (menanggapi) mengandung arti adanya partisipasi aktif. Kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadap dirinya dengan salah satu cara. Contoh: peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam ajaran-ajaran agama Buddha tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai = menghargai) artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dilakukan, dirasakan akan membawa kerugian dan penyesalan. Contoh: tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin baik di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat.
Organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yaitu membawa kepada perbaikan yang lebih umum. Contoh: peserta didik mendukung penegakan “ayo bersih-bersih” yang dicanangkan oleh Wali Kota Bandar Lampung sejak tahun 2006 lalu.
Characterrization by a value or value complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Contoh hasil belajar: peserta didik telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan Dharma yang tertera dalam Tripitaka sebagai pegangan hidup.

3.     Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektif.

C.   LANGKAH-LANGKAH POKOK DALAM EVALUASI HASIL BELAJAR
Pada umumnya kegiatan evaluasi hasil belajar meliputi enam langkah pokok, yakni;
1.       Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
Perencanaan evaluasi hasil belajar mencakup enam jenis kegiatan, yaitu;
-    Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi.
-    Menetapkan aspek-aspek yang akan dievaluasi, apakah aspek kognitif, aspek afektif, atau aspek psikomotorik.
-    Memilih dan menentukan tekhnik yang akan dipergunakan didalam pelaksanaan evaluasi, apakah evaluasi akan dilaksanakan dengan teknik tes atau non tes.
-    Menyusun alat-alat pengukur yang akan dipergunakan dalam pengukuran dan penilaian hasil belajar peserta didik, seperti butir tes hasil belajar (tekhnik tes), daftar check, panduan wawancara, daftar angket, dan sebagainya (jika menggunakan tekhnik non tes).
-    Menentukan tolok ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi. Apakah akan menggunakan Penilaian acuan Patokan (PAP) atau akan menggunakan Penilaian Beracuan Kelompok atau Norma (PAN).
-    Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar, yakni kapan dan berapa kali evaluasi itu dilaksanakan.
2.       Menghimpun data
Wujud nyata dari kegiatan menghimpun data adalah melaksanakan pengukuran, misalnya dengan menyelenggarakan tes hasil belajar.
3.       Melakukan verifikasi data
Sebelum diolah lebih lanjut, data yang telah dihimpun perlu disaring terlebih dahulu. Proses penyaringan itu dikenal dengan istilah penelitian data atau verifikasi data, yang dimaksudkan untuk memisahkan data yang baik (data yang dapat memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok individu yang sedang dievaluasi) dari data yang kurang baik (data yang akan mengaburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta diolah).
4.       Mengolah dan menganalisis data
Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Dalam mengolah atau menganalisis data dapat menggunakan tekhnik statistik dan / atau tekhnik non statistik, tergantung kepada jenis data yang akan diolah. Analisis statistik misalnya penuyusunan atau pengaturan dan penyajian data lewat tabel-tabel, grafik atau diagram, dan sebagainya.
5.       Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan
Berdasarkan interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu pada akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu yang harus mengacu kepada tujuan evaluasi.
6.       Tindak lanjut hasil evaluasi
Pada akhirnya elevator akan mengambil keputusan atau kebijakan-kebijakan yang dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi tersebut, berdasar dari data hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan.

BAB III
TEKHNIK TES DAN NON TES SEBAGAI ALAT EVALUASI HASIL BELAJAR
 


A.    TEKHNIK TES
1.     Pengertian Tes
Kata tes secara harafiah berasal dari bahasa Perancis Kuno: testum dengan arti; “piring untuk menyisihkan logam-logam mulia”. Dalam bahasa Inggris ditulis dengan test yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan tes, ujian, atau percobaan. Terdapat beberapa istilah yang perlu diperjelas sehubungan dengan uraian di atas, yaitu istilah test, testing, tester, dan testee:
-    Tes (sebelum EYD = test) adalah alat bantu atau prosedur yang digunakan dalam pengukuran dan penilaian. Cara mengerjakanya tergantung dari petunjuknya.
-     Testing adalah saat dilaksanakan atau berlangsungnya pengukuran dan penilaian.
-     Tester artinya orang yang melaksanakan tes, atau pembuat tes, atau eksperimentator yaitu orang yang sedang melakukan percobaan. Tugas tester yaitu: (a) mempersiapkan ruangan dan kelengkapan yang diperlukan; (b) membagikan lembaran tes dan alat-alat lain untuk mengerjakan; (c) menerangkan cara mengerjakan tes; (d) mengawasi testee mengerjakan tes; (e) memberikan tanda-tanda waktu; (f) mengumpulkan pekerjaan responden; dan (g) mengisi berita acara atau laporan yang diperlukan (jika ada).
-    Testee atau testees adalah pihak yang sedang dikenai tes (peserta tes) atau pihak yang sedang dikenai percobaan (tercoba).

2.     Fungsi Tes
Secara umum terdapat dua macam fungsi tes, yakni;
-    Sebagai alat pengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah menempuh proses belajar dalam jangka waktu tertentu.
-    Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran.
Arikunto (2006:152) menjelaskan perbandingan fungsi tes ditinjau dari 3 hal;
Fungsi untuk kelas
Fungsi untuk bimbingan
Fungsi untuk administrasi
a.   mengadakan diagnosis kesulitan belajar siswa.
b.   mengevaluasi celah antara bakat dengan pencapaian.
c.    menaikkan tingkat prestasi.
d.   mengelompokkan siswa dalam kelas pada waktu metode kelompok.
e.    merencanakan KBM untuk siswa secara perseorangan.
f.      menentukan siswa mana yang memerlukan bimbingan khusus.
g.    menentukan tingkat pencapaian untuk setiap anak.
a.   menentukan arah pembicaraan dengan orang tua tentang anak-anak mereka.
b.   membantu siswa dalam menentukan pilihan.
c.    membantu siswa mencapai tujuan pendidikan dan jurusan.
d.   memberi kesempatan kepada pembiming, guru, dan orang tua dalam memahami kesulitan anak.
a.   memberi petunjuk dalam mengelompokkan siswa.
b.   penempatan siswa baru.
c.   membantu siswa memilih kelompok.
d.   menilai kurikulum.
e.   memperluas hubungan masyarakat (public relation).
f.     menyediakan informasi untuk badan-badan lain di luar sekolah.



3.     Komponen-komponen Tes
Komponen atau kelengkapan tes terdiri dari:
-    Buku tes, yakni lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang harus dikerjakan oleh siswa.
-    Lembar jawaban tes, yaitu lembaran yang disediakan oleh penilai bagi testee untuk mengerjakan tes.
-    Kunci jawaban tes berisi jawaban-jawaban yang dikehendaki. Kunci jawaban ini dapat berupa huruf-huruf atau kata/kalimat. Ide dari adanya kunci jawaban ini adalah agar: (a) pemeriksaan tes dapat dilakukan orang lain; (b) pemeriksaannya betul; (c) dilakukan dengan mudah; dam (d) sesedikit mungkin masuknya unsur subyektif.
-    Pedoman penilaian, berisi keterangan perincian tentang skor atau angka yang diberikan kepada siswa bagi soal-soal yang telah dikerjakan.

4.     Penggolongan Tes
a.      Penggolangan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan belajar peserta didik.
Berdasarkan hal ini, tes dapat digolongkan menjadi enam golongan, yakni;
1)      Tes Seleksi
Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon mahasiswa baru, dimana hasil tes digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari calon yang mengikuti tes. Tes seleksi dapat dilaksanakan secara lisan, secara tertulis, dengan tes perbuatan, dan dapat juga dilaksanakan dengan mengkombinasikan ketiga jenis tes tersebut secara serempak. Tes seleksi sering dikenal dengan istilah ujian saringan atau ujian masuk.

2)      Tes Awal
Tes awal sering dikenal dengan istilah pre-test. Tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. Jadi tes awal adalah tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. Isi atau materi tes awal pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan penting yang seharusnya sudah diketahui atau dikuasai oleh peserta didik sebelum pelajaran diberikan kepada mereka.
Setelah tes awal berakhir, tindak lanjutnya adalah; (1) jika dalam tes awal itu semua materi yang ditanyakan dalam tes sudah dikuasai dengan baik oleh peserta didik, maka materi yang telah ditanyakan tidak akan diajarkan lagi, (2) jika materi yang dapat dipahami oleh peserta didik baru sebagian saja, maka yang diajarkan adalah materi pelajaran yang belum cukup dipahami oleh para peserta didik.

3)      Tes Akhir
Tes akhir sering dikenal dengan istilah post-test, yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para peserta didik.
Isi atau materi tes akhir ini adalah bahan-bahan pelajaran yang tergolong penting, yang telah diajarkan kepada peserta didik, dan biasanya naskah tes akhir ini dibuat sama dengan naskah tes awal, sehingga dapat diketahui apakah hasil tes akhir lebih baik, sama, ataukah lebih jelek daripada hasil tes awal.

4)      Tes Diagnostik (diagnostic test)
Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran, yang dihadapi oleh para peserta didik. Tes diagnostik juga bertujuan untuk menemukan jawab atas pertanyaan “Apakah peserta didik sudah dapat menguasai pengetahun yang merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya”.
Materi yang ditanyakan dalam tes diagnostik pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan tertentu yang biasanya atau menurut pengalaman sulit dipahami peserta didik. Tes ini dapat dilaksanakan secara lisan, tertulis, perbuatan, atau kombinasi dari ketiganya.

5)      Tes Formatif
Tes formatif bertujuan untuk mengetahui sejauh manakah peserta didik “telah terbentuk” setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Tes formatif dilaksanakan pada setiap kali satuan pelajaran atau sub pokok bahasan berakhir. Tes formatif biasa dikenal dengan istilah “ulangan harian”. Materi tes formatif pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan pelajaran yang telah diajarkan.

6)      Tes Sumatif
Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. Di sekolah, tes ini dikenal dengan istilah “Ulangan Umum”. Tujuan utama tes sumatif adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, sehingga dapat ditentukan;
-    Kedudukan dari masing-masing peserta didik di tengah kelompoknya.
-    Dapat atau tidaknya peserta didik untuk mengikuti program pengajaran berikutnya.
-    Kemajuan peserta didik, untuk diinformasikan kepada pihak orang tua, BK, lembaga-lembaga pendidikan lainya, dan sebagainya.

b.      Penggolongan Tes Berdasarkan Aspek Psikis yang Ingin Diungkap
Ditinjau dari aspek ini, dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
-    Tes intelegensi (intellegency test), yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
-    Tes kemampuan (aptitude test), yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki testee.
-    Tes sikap (attitude test), yakni salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu atau obyek tertentu.
-    Tes kepribadian (personality test), yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya bersifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi, dll.
-    Tes hasil belajar atau tes pencapaian (achievement test), yakni tes yang biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar.

c.      Penggolongan Tes Berdasarkan Jumlah Orang yang Mengikuti Tes
Ditinjau dari aspek ini, dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
-    Tes individual (individual test), yakni tes dimana tester hanya berhadapan dengan satu orang testee.
-    Tes kelompok (group test), yakni tes dimana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang testee.

d.      Penggolongan Ditinjau Dari Segi Waktu Yang Disediakan
Ditinjau dari waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaikan tes, dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
-    Power test, yakni tes di mana waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi.
-    Speed test, yakni tes di mana waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi.

e.      Penggolongan Tes Berdasarkan Bentuk Responnya
Ditinjau dari bentuk responnya, tes dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
-    Verbal test, yakni suatu tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, secara lisan maupun tulisan.
-    Nonverbal test, yakni suatu tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang bukan ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku.

f.        Penggolongan Tes Ditinjau Dari Segi Cara Mengajukan Pertanyaan dan Cara Memberikan Jawaban.
Berdasarkan aspek ini, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
-    Tes tertulis (pencil and paper test), yakni jenis tes dimana tester dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya juga secara tertulis.
-    Tes lisan (nonpencil and paper test), yakni jenis tes dimana tester dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau soal dilakukan secara lisan dan testee memberikan jawabannya juga secara lisan.

B.    TEKHNIK NON TES (PENGAMATAN, WAWANCARA, ANGKET, DAN PEMERIKSAAN DOKUMEN).
Evaluasi dengan tekhnik non-tes dilaksanakan dengan melakukan pengamatan secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket (questionnaire), dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen (documentary analysis). Tekhnik non tes pada umumnya memegang peranan yang penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah sikap hidup (affective domain) dan ranah keterampilan (psychomotoric domain), sedangkan tekhnik tes lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah proses berpikirnya (cognitive domain).
1.     Pengamatan (Observation)
Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar; misalnya tingkah laku peserta didik pada waktu guru pendidikan agama menyampaikan pelajaran di kelas, dan sebagainya.
Observasi dapat dilakukan secara partisipatif (participant observation) maupun nonpartisipatif (nonparticipant observation). Observasi dapat pula berbentuk observasi eksperimental (experimental observation) yaitu observasi yang dilakukan dalam situasi buatan atau berbentuk observasi yang dilakukan dalam situasi yang wajar (nonexperimental observation). Pada observasi berpartisipasi, observer melibatkan diri di tengah-tengah kegiatan observee, sedangkan pada observasi nonpartisipasi evaluator seolah-olah sebagai penonton.
Observasi yang dilakukan dengan terlebih dahulu membuat perencanaan secara matang, dikenal dengan istilah observasi sistematis (systematic observation). Pada observasi jenis ini, observasi dilaksanakan dengan berlandaskan pada kerangka kerja yang memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas materi observasinya pun telah ditetapkan dan dibatasi secara tegas, sehingga pengamatan dan sekaligus pencatatan yang dilakukan oleh evaluator bersifat selektif. Wujud kongkret pedoman observasi adalah formulir (blangko atau form) yang di dalamnya dimuat segi-segi, aspek-aspek atau tingkah laku yang perlu diamati dan dicatat pada waktu berlangsungnya kegiatan peserta didik.
Berikut ini diberikan contoh instrumen evaluasi berupa daftar isian dalam rangka menilai keterampilan peserta didik.

Mata Pelajaran                : Pendidikan Agama Buddha
Topik                                   : Membuat Lampion Buddhis
Kelas                                   : ..................
Nama Siswa                      : ...............
Hari, Tanggal                    : ...........
No.
Kegiatan/Aspek yang dinilai
Skor/Nilai
Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Persiapan alat-alat (bahan)
Kombinasi bahan
Kombinasi warna
Cara mengerjakan
Sikap waktu mengerjakan
Ketepatan waktu mengerjakan
Kecekatan
Hasil pekerjaan
...............
...............
...............
...............
...............
...............
...............
...............


Jumlah
...............


Pada observasi nonsistematis (observasi dimana observer atau evaluator dalam melakukan pengamatan dan pencatatan tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang pasti) kegiatan observasi hanya dibatasi oleh tujuan dari observasi itu sendiri. Contoh: seorang guru pendidikan Agama Buddha mengadakan observasi pada satu atau beberapa Vihara guna mengetahui dan selanjutnya menilai keaktifan siswa-siswanya dalam menjalankan Puja Bhakti dan kegiatan Sekolah Minggu Buddhis.
Penilaian atau evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan dengan melakukan observasi memiliki berbagai macam kelebihan dan kekurangan. Kebaikan dari observasi adalah:
-    Data observasi itu diperoleh secara langsung di lapangan, yakni dengan jalan melihat  dan mengamati kegiatan atau ekspresi peserta didik di dalam melakukan sesuatu, sehingga dengan demikian data tersebut bersifat obyektif dalam melukiskan aspek-aspek kepribadian peserta didik menurut keadaan yang senyata-nyatanya.
-    Data hasil observasi dapat mencakup berbagai aspek kepribadian masing-masing individu peserta didik; dengan demikian maka di dalam pengolahannya tidak hanya menekankan pada salah satu segi saja dari kecakapan atau prestasi belajar mereka.
Segi kelemahan dari metode observasi antara lain:
-    Observasi sebagai salah satu alat evaluasi hasil belajar tidak selalu dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh pengajar.
-    Kepribadian (personality) dari observer atau evaluator juga sering masuk ke dalam penilaian yang dilakukan dengan cara observasi.
-    Data yang diperoleh dari kegiatan observasi umumnya baru dapat mengungkap aspek luarnya saja.

2.     Wawancara (Interview)
Wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Terdapat dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a.      Wawancara terpimpin (guided interview) yang juga sering dikenal dengan istilah wawancara berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis.
Evaluator dalam wawancara terpimpin melakukan tanya jawab lisan dengan pihak-pihak yang diperlukan, misalnya peserta didik, wawancara dengan orang tua atau wali murid, dan lain-lain, dalam rangka menghimpun bahan-bahan keterangan untuk penilaian terhadap peserta didiknya. Wawancara ini sudah dipersiapkan secara matang, yaitu dengan berpegang pada panduan wawancara (interview guide) yang butir-butir itemnya terdiri dari hal-hal yang dipandang perlu guna mengungkap kebiasaan hidup sehari-hari peserta didik, hal-hal yang disukai atau tidak disukai, dan sebagainya.
b.      Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview) yang juga sering dikenal dengan istilah wawancara sederhana (simple interview) atau wawancara bebas.
Evaluator dalam wawancara bebas, mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa dikendalikan oleh pedoman tertentu. Mereka dengan bebas mengemukakan jawabannya. Tetapi pada saat menganalisis dan menarik kesimpulan evaluator akan dihadapkan pada kesulitan-kesulitan, terutama apabila jawaban mereka beragam.


3.     Angket (Questionnaire)
Angket dapat diberikan langsung kepada peserta didik, dapat pula diberikan kepada para orang tua mereka. Tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam proses pembelajaran adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka. Selain itu juga untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan program pembelajaran.
Data yang dapat dihimpun melalui kuesioner misalnya adalah data yang berkenaan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam mengikuti pelajaran, cara belajar mereka, fasilitas belajar, bimbingan belajar, dan sebagainya.
Kuesioner sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif, dapat berupa bentuk pilihan ganda (multiple choice item) atau berbentuk skala sikap. Skala yang mengukur sikap, sangat terkenal dan sering digunakan untuk mengungkap sikap peserta didik adalah skala likert
.
4.     Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis)
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji juga dapat dilengkapi dengan melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen; misalnya dokumen yang memuat informasi mengenai riwayat hidup (auto biografi), seperti kapan dan dimana peserta didik dilahirkan, agama yang dianut, kedudukan anak dalam keluarga, dan sebagainya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar