mahayana
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Mahayana
(berasal dari bahasa Sansekerta, mahāyāna yang secara harafiah berarti
'Kendaraan Besar') adalah satu dari dua aliran utama Agama Buddha dan merupakan
istilah pembagian filosofi dan ajaran Sang Buddha. Mahayana, yang dilahirkan di
India. Sebagai tradisi yang masih berada, Mahayana merupakan kumpulan terbesar
dari dua tradisi Agama Buddha yang ada hari ini, yang lainnya adalah Theravada.
Pembagian ini seringkali diperdebatkan oleh berbagai kelompok. Menurut cara
pembagian klasifikasi filosofi Agama Buddha berdasarkan aliran Mahayana,
Mahayana merujuk kepada tingkat motifasi spiritual (yang dikenal juga dengan
sebutan Bodhisattvayana)
Berdasarkan pembagian ini, pendekatan pilihan yang lain disebut Hinayana, atau Shravakayana. Hal ini juga dikenal dalam Ajaran Theravada, tetapi tidak dianggap sebagai pendekatan yang sesuai. Menurut susunan Ajaran Vajrayana mengenai pembagian jalur pengajaran, Mahayana merujuk kepada satu dari tiga jalan menuju pencerahan, dua lainnya adalah Hinayana dan Vajrayana. Pembagian pengajaran dalam Agama Buddha Vajrayana, dan tidak dikenal dalam ajaran Agama Buddha Mahayana dan Theravada.
Berdasarkan pembagian ini, pendekatan pilihan yang lain disebut Hinayana, atau Shravakayana. Hal ini juga dikenal dalam Ajaran Theravada, tetapi tidak dianggap sebagai pendekatan yang sesuai. Menurut susunan Ajaran Vajrayana mengenai pembagian jalur pengajaran, Mahayana merujuk kepada satu dari tiga jalan menuju pencerahan, dua lainnya adalah Hinayana dan Vajrayana. Pembagian pengajaran dalam Agama Buddha Vajrayana, dan tidak dikenal dalam ajaran Agama Buddha Mahayana dan Theravada.
Mahayana Buddhism adalah salah satu
mazhab atau aliran terpenting dalam agama Buddha dan sudah berkembang luas di
benua Asia, Australia, Amerika, Eropah, dan Afrika. Keberadaan Mahayana merupakan
aktualisasi dari makna hakiki ajaran Hyang Buddha, yaitu segi-segi keagamaan,
religiusitas, etika, maupun metafisika yang terkandung dalam Dharma Hyang
Buddha.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka
dapat kita ketahui permasalahannya yaitu:
1.
Apa Pengertian Mahayana?
2.
Apa
Pengertian sad paramita?
3.
Apa
penjelasan dari sad paramita?
C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan agar
mahasiswa dapat mengetahui dan mengerti tentang:
1.
Pengertian Mahayana
2.
Pengertian
sad paramita
3.
Penjelasan
dari sad paramita
D.
Manfaat
Penulisan makalah ini dapat
memberikan manfaat seperti:
1. Menambah
bahan kepustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha
2. Memberikan
gambaran manfaat yang akan diperoleh setelah mempelajari Mahayana
3. Meningkatkan
pengetahuan tentang sad paramita.
Bab II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mahayana
Mahayana
(berasal dari bahasa Sansekerta, mahāyāna yang secara harafiah berarti
'Kendaraan Besar') adalah satu dari dua aliran utama Agama Buddha dan merupakan
istilah pembagian filosofi dan ajaran Sang Buddha. Mahayana, yang dilahirkan di
India. Sebagai tradisi yang masih berada, Mahayana merupakan kumpulan terbesar
dari dua tradisi Agama Buddha yang ada hari ini, yang lainnya adalah Theravada.
Pembagian ini seringkali diperdebatkan oleh berbagai kelompok. Menurut cara
pembagian klasifikasi filosofi Agama Buddha berdasarkan aliran Mahayana,
Mahayana merujuk kepada tingkat motifasi spiritual (yang dikenal juga dengan
sebutan Bodhisattvayana) Berdasarkan pembagian ini, pendekatan pilihan yang
lain disebut Hinayana, atau Shravakayana. Hal ini juga dikenal dalam Ajaran
Theravada, tetapi tidak dianggap sebagai pendekatan yang sesuai. Menurut
susunan Ajaran Vajrayana mengenai pembagian jalur pengajaran, Mahayana merujuk
kepada satu dari tiga jalan menuju pencerahan, dua lainnya adalah Hinayana dan
Vajrayana. Pembagian pengajaran dalam Agama Buddha Vajrayana, dan tidak dikenal
dalam ajaran Agama Buddha Mahayana dan Theravada.
Mahayana Buddhism adalah salah satu
mazhab atau aliran terpenting dalam agama Buddha dan sudah berkembang luas di
benua Asia, Australia, Amerika, Eropah, dan Afrika. Keberadaan Mahayana merupakan
aktualisasi dari makna hakiki ajaran Hyang Buddha, yaitu segi-segi keagamaan,
religiusitas, etika, maupun metafisika yang terkandung dalam Dharma Hyang
Buddha.
B.
Pengertian sad paramita
Dalam
penyempurnaan diri menjadi Buddha, seorang Bodhisattva yang bertekad untuk
menolong semua makhluk tanpa batas, mereka selalu melatih enam kesempurnaan
dalam setiap saat, setiap waktu dalam kehidupannya yang tak terbatas. Seperti
Buddha Gotama, sebelum menjadi Buddha, dalam kehidupannya Beliau selalu
menyempurnakan diri dan mengabdikan hidupnya demi kebahagiaan semua makhluk
apapun. Mereka tidak akan merasa bahagia kalau ada makhluk lain yang mengalami
penderitaan. Berbagai upaya mereka lakukan agar makhluk-makhluk yang menderita
dapat diringankan dari beban penderitaan atau terlepas dari Roda Samsara.
Sehingga dapat mencapai kesucian mutlak.
Delapan Ruas Jalan Kemuliaan yang diuraikan pada halaman
sebelumnya, dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian utama, yaitu: Sila, Samadhi
dan Prajna. Dalam Buddhisme Mahayana, dikembangkan
lebih lanjut menjadi Enam Paramita [Sad Paramita] atau Enam Perbuatan Luhur,
dan merupakan ajaran pertama yang dilakukan oleh para Bodhisattva untuk
mencapai pandangan Buddha yang tidak terbatas yaitu Cinta Kasih [maitri/metta],
Kasih Sayang [karuna], Simpati [mudita] dan Keseimbangan Batin
[upeksa/upekkha].
Dengan
demikian tindakan seorang Bodhisattva haruslah benar-benar terlepas dari semua
kepentingan atau kebanggaan pribadi, tanpa ikatan, tanpa batas, tanpa henti dan
tanpa perbedaan dalam membantu semua makhluk yang memerlukan pertolongan.
Tindakan seorang Bodhisattva, dapat disamakan dengan matahari yang menyinari
bumi ini, tanpa membeda-bedakan, tanpa ikatan, tanpa batas, tanpa henti, dan
tidak pernah membanggakannya atau mengakui pahalanya.
Enam
Paramita tersebut terjalin sebagai satu kesatuan, karena pengaruh dari ajaran
Asanga (pendiri Yogacara) sebagaimana disebutkan dalam Mahayana Sutralankara
dengan urutan : dana-sila-ksanti-virya-dhyana-prajna. Adapun dalam pelaksanaan
paramita ini dapat dibagi dalam tiga tingkatan sebagaimana tersebut dalam
Lankavatara Sutra, yaitu :
I.
Tingkat Biasa;merupakan suatu pelaksanaan paramita dengan harapan untuk
memperoleh pahala baik pada masa kehidupan saat ini maupun pada kehidupan
berikutnya.
II.
Tingkat Luarbiasa; merupakan suatu pelaksanaan paramita dengan tujuan untuk
mencapai nirvana, untuk tidak dilahirkan kembali.
III.
Tingkat Tertinggi; merupakan suatu pelaksanaan paramita oleh para Bodhisattva
dalam usahanya untuk menyelamatkan semuat makhluk dari lingkaran penderitaan
[samsara].
1.
Dana Paramita
Dana Paramita merupakan perbuatan luhur tentang beramal, berkorban
baik materi maupun non-materi. Dana paramita ini dapat digolongkan lagi atas :
Dana, Atidana (yang lebih tinggi) dan Mahatidana (yang tertinggi). Para penerima Dana dapat dibagi
atas tiga kategori, yaitu (1) dana kepada teman dan keluarga; (2) dana kepada
yang membutuhkan, yang miskin, yang menderita dan yang tidak berdaya; (3) dana
kepada para bhikshu/bhikkhu dan para brahmana (orang suci Hindu). Dana yang
diberikan adalah merupakan milik kekayaan.
Atidana adalah merupakan suatu pemberian dana dimana merupakan
miliknya yang terakhir dengan tujuan pemupukan kebajikan untuk mengatasi
kemelekatan terhadap rasa cinta yang dapat dianggap sebagai penghambat menuju
jalan Kebuddhaan, sehingga menimbulkan kepribadian yang luhur.
Contoh
pelaksanaan Atidana dikisahkan dengan baik dari cerita Raja Visvantara yang
dikutip dari Jatakamala dan Avadana Kalpa Lata.
Dalam berdana ada 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan :
a. Pikiran Ikhlas, senang dan bahagia Dalam Dharma
disebutkan ada 3 (tiga) kondisi yang harus diperhatikan, yaitu sebelum memberi,
saat memberi dan setelah pemberian tersebut dilakukan hendaknya pikiran bersih,
penuh keikhlasan dan tidak ada penyesalan. Minimal dari tiga kondisi tersebut
setelah memberi kita harus bahagia dan tidak boleh menyesal atas apa yang telah
kita lakukan.
Kalau sebelum memberi kita bahagia, saat memberi kita bahagia namun setelah memberi kita menyesal. Hal ini seperti orang yang hidup pada masa kecil dia mengalami kebahagiaan, saat remaja/ dewasa pun dia tetap bahagia. Namun memasuki usia tua dia mengalami penderitaan dan tidak bahagia.
Kalau sebelum memberi kita bahagia, saat memberi kita bahagia namun setelah memberi kita menyesal. Hal ini seperti orang yang hidup pada masa kecil dia mengalami kebahagiaan, saat remaja/ dewasa pun dia tetap bahagia. Namun memasuki usia tua dia mengalami penderitaan dan tidak bahagia.
b. Barangnya harus bersih
Pengertian barangnya harus bersih adalah barang tersebut diperoleh dengan cara
sesuai dengan Dharma dan bersih dari segala tindakan melawan hukum atau
merugikan makhluk lain.
Kadang ada orang yang punya kemauan memberi namun barangnya dari hasil mata
pencahariaan yang salah, seperti barang hasil pencurian. Ini pun bukan dana
yang bersih.
c. Barangnya kepada orang
suci Berdana kepada orang yang suci, nilai kebajikannya lebih tinggi ketimbang
orang biasa. Dalam
ukuran kebaikan disebutkan bahwa berdana kepada hewan kebajikannya 100 kali,
berdana kepada manusia memiliki moral tidak baik 1.000 kali lipat. Dana
diberikan kepada manusia yang bermoral 100.000 kali lipat. Jasa kebaikannya
akan terus melipat 100 kali sampai pada berdana kepada Buddha.
2.
Sila Paramita
Sila
Paramita merupakan perbuatan luhur tentang hidup bersusila, tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang tidak baik oleh badan [kaya], ucapan [vak], dan
pikiran [citta]. Pelaksanaan Sila Paramita merupakan pelengkap dari seorang
Bodhisattva yang telah melaksanakan Dana Paramitha. Pelaksanaan Sila Paramita
ini dapat diumpamakan kaki ataupun mata, tanpa kaki maka seseorang akan
terjatuh ke dalam bentuk kehidupan yang penuh kejahatan, ataupun tanpa mata
maka seseorang tidak akan dapat melihat Dharma. Terdapat tiga pengertian dalam
menguraikan Sila Paramita, yaitu Kebajikan moral secara umum yang mana
kepribadian menganggumkan merupakan ciri utamanya; Kebajikan moral yang dikaitkan
dengan suatu cita-cita penyucian yang direalisasikan melalui pikiran, ucapan,
dan perbuatan; Kebajikan moral yang dikaitkan dengan lima ajaran moral
[Pancasila Buddhis) dan sepuluh jalan tindakan yang baik dan bermanfaat dan
merupakan latihan moral kebajikan bagi umat awam.
Pelaksanaan
Sila merupakan suatu usaha seorang Bodhisattva untuk memusnahkan seluruh tiga
akar kesengsaraan atau tiga racun dunia, yaitu: raga yang dapat dianggap
sebagai persamaan kata lobha yaitu hawa nafsu, gairah, kesenangan perasaan.
dvesa [dosa] yaitu kebencian, keinginan buruk moha yaitu kebodohan batin,
khayalan, kebingungan mengenai pikiran.
Dalam melatih Sila Paramita, maka terdapat sepuluh pantangan yang
harus dijalankan seorang Bodhisattva, yaitu : Pantang membunuh makhluk hidup
Pantang mencuri Pantang dari ketidak-sucian Pantang berbicara bohong Pantang
memfinah Pantang berbicara kasar Pantang terhadap kesembronoan dan berbicara
yang tidak berarti Pantang terhadap sifat iri hati Pantang terhadap sifat
dengki Pantang dari pandangan salah Urain lebih detail mengenai Sila ini akan
dibahas dalam bab tersendiri.
3.
Ksanti Paramita
Ksanti merupakan suatu perbuatan luhur tentang kesabaran. Ksanti
Paramita mencakup tiga pengertian, yaitu, kesabaran, ketabahan, dan ketulusan
hati. Seorang Bodhisattva haruslah melatih kesabaran karena ketidaksabaran akan
mudah menimbulkan kemarahan dimana dapat menghancurkan semua pemupukan
kebajikan yang telah terhimpun. Ketidaksabaran dalam bertindak sering menenggelamkan kita
dalam lautan penderitaan yang menyebabkan penyesalan yang berkepanjangan.
4.
Virya Paramita
Virya Paramita merupakan perbuatan luhur mengenai keuletan,
ketabahan dan semangat. Terdapat dua macam Virya, yaitu : Sannaha-virya, yang
dapat diartikan memakai perisai dalam arti mempersiapkan diri atau memperkuat
iman terhadap berbagai godaan. Prayoga-virya, yang dapat diartikan dengan
ketekunan dan kesungguhan dalam pelaksanaan ajaran Sang Buddha .
5. Dhyana Paramita
Merupakan
Melatih ketenangan
pikiran. Setiap siswa
memperkembangkan pikirannya, memusatkan pikiran (Dhyana), bahwa ia dan makhluk
lainnya adalah sama. Bila ia dapat mencapai nirvana, ia juga akan berusaha
membebaskan makhluk hidup lainnya. Jikaau maksud dan janji itu dilaksanakan
dengan jujur, maka semua makhluk hidup telah turut dibebaskan.
Dhyana Paramita merupakan
perbuatan luhur mengenai samadhi. Terdapat 4 jenis Dhyana sebagaimana
dinyatakan dalam ajaran Yogacara, Lankavatara Sutra, yaitu :
a)
Balopacarika Dhyana, dhyana yang
dilakukan oleh Sravaka dan Pratyeka buddha dengan merenungkan tentang
ketidak-kekalan dari sifat ke-aku-an.
b)
Artapravicaya Dhyana, dyana yang dilaksanakan
oleh para Bodhisattva yang telah mengerti hakekat Keberadaan dari alam semesta.
c)
Tathatalambana Dhyana; dhyana yang terdiri dari
pengkajian atas Keberadaan dari Kebenaran serta merenungkannya.
d)
Tathagata Dhyana; dhyana yang dilaksanakan
oleh para Tathagata yang telah mengetahui Pengetahuan yang Tertinggi dan selalu
bersedia untuk mengabdi kepada semua makhluk.
6.
Prajna Paramita
Prajna Paramita merupakan Paramita yang terpenting; yaitu perbuatan
luhur mengenai Kebijaksanaan. Terdapat dua makna dalam Prajna, yaitu : (1)
Prajna yang kekal. (2) Prajna yang berfungsi sejalan dengan ke lima Paramita
lainnya. Usaha pengembangan prajna ini terdapat tiga jalur yang mengarah kepada
suatu pendalaman (intuisi) dan pengetahuan, yaitu : berdasarkan ajaran orang
lain atau kitab suci tertulis ataupun lisan [sutamaya panna], berdasarkan
pemikiran yang mendalam [cintamaya panna], dan berdasarkan meditasi pengolahan
dan realisasi [bhavanamaya panna]
Selain Enam Paramita tersebut di atas, terdapat juga Empat Paramita
tambahan, yaitu :
1. Upaya-Kausalya Paramita ; merupakan kemahiran dalam perbuatan
atau adaptasi dari usaha usaha untuk perubahan guna memberikan pertolongan
secara luhur
2. Pranidhana Paramita; aspirasi atau resolusi luhur
3. Bala Paramita; kekuatan atau kemampuan luhur
4. Jnana Paramita; pengetahuan luhur
Sedangkan dalam Buddhisme
Theravada dikembangkan tindakan Bodhisattva dalam Sepuluh Kebajikan Luhur atau
Sepuluh Parami, dengan urutan sebagai berikut :
1. Kemurahan hati (Dana)
2. Kesusilaan (Sila)
3. Penglepasan Keduniawian
(Nekkhamma)
4. Kebijaksanaan (Panna)
5. Kegiatan (Viriya)
6. Kesabaran (Khanti)
7. Kejujuran (Sacca)
8. Keputusan (Adhitthana)
9. Cinta-Kasih (Metta)
10.Keseimbangan (Upekkha)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
latar belakang dan isi makalah maka penyusun dapat mengambil kesimpulan bahwa sad paramita merupakan jalan melenyapkan dukha yang
terdiri dari jalan beruas delapan, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian
yaitu sila, samadi dan panna. Dalam Mahayana tiga hal tersebut dikembangkan
menjadi sad paramita atau enam perbuatan luhur yang diperaktekkan oleh segenap
bodhisattva.
B. Saran
Demikianlah
makalah ini ditulis sesuai dengan referensi yang telah penyusun peroleh,
diharapkan setelah membaca dan mempelajari makalah ini para pembaca dapat
memahami dan mengetahui bahkan mendapat wawasan yang lebih luas mengenai isi sad paramita . Semoga apa yang telah
kita kerjakan ini membuahkan manfaat bagi kita.
DAFTAR PUSTAKA
Jo
Priastana Dhammasukha 1999, Pokok-Pokok
Dasar Mahayana, penerbit yayasan jakarta: Yasodara Putri.
0 komentar:
Posting Komentar